Di antara cara menggapai hidup bahagia di dunia & akhirat sesuai prinsip ajaran islam adalah sibuk memperbaiki diri sendiri (introspeksi) serta menjauhkan diri dari mencari aib atau kekurangan orang lain.
Nabi Muhammad ﷺ yang mulia bersabda:
عَن أَنَسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيه وَسَلَّم طُوبَى لِمَنْ شَغَلَهُ عَيْبُهُ عَن عُيُوبِ النَّاسِ
Dari sahabat Anas bin Malik ra, Rasulullah ﷺ bersabda, “Sungguh beruntung seseorang yang disibukkan dengan aibnya sehingga lalai dengan aib orang lain.”(HR. Al Bazzar)
Dalam hadits di atas, nabi ﷺ menyatakan bahwa orang yang beruntung (hidup bahagia) adalah mereka yang selalu sibuk dengan kekurangan diri sendiri sehingga ia lalai dengan kekurangan orang lain.
Ketidaksempurnaan Manusia
Proses memperbaiki diri adalah sebuah keniscayaan. Karena manusia itu tidak ada yang sempurna. Setiap manusia (baik diri kita maupun orang lain) ‘pasti’ memiliki kekurangan dan pernah melakukan kesalahan. Kalaupun kita masih dihargai orang lain, karena sesungguhnya Alloh masih menutupi aib kita.
Potensi manusia berbuat kesalahan berkaitan erat dengan tiga unsur yang melekat pada diri. Yakni unsur fisik, unsur nafsu (sukma / jiwa) serta unsur ruh. Dan dari ketiga unsur tersebut, nafsu (sukma / jiwa) memiliki peranan signifikan untuk melahirkan dua kutub sifat dan perilaku manusia, yakni kebaikan & keburukan.
Sehingga, upaya kita untuk menjadi orang baik atau buruk sangatlah berhubungan dengan seberapa pandai kita mengelola nafsu tersebut.
Seorang ulama mendefinisikan tujuh tingkatan nafsu (sukma / jiwa) yang ada dalam diri manusia yang melahirkan perilaku baik atau buruk, yakni sebagai berikut:
1. Nafsu Amarah
Adalah tingkatan nafsu yang paling rendah. Ia selalu memerintahkan manusia untuk berbuat jelek, jahat dan merugikan orang lain.
2. Nafsu Lawwamah
Nafsu yang selalu mendorong perbuatan yang bisa membuat diri sendiri hina.
3. Nafsu Mulhamah
Nafsu yang memberikan pilihan, yakni berbuat baik atau berbuat jahat. Hal ini sesuai dengan firman Alloh berikut:
QS Asy Syam 9-10
قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّىٰهَا
Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,
وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّىٰهَا
Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.
4. Nafsu Muthmainnah
Nafsu yang tenang. Sesuai dengan redaksi dalam firman Alloh sebagai berikut:
QS Al-Fajr 27-28
يَٰٓأَيَّتُهَا ٱلنَّفْسُ ٱلْمُطْمَئِنَّةُ
Hai jiwa yang tenang
ٱرْجِعِىٓ إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً
Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.
5. Nafsu Rodliah
Nafsu yang ridho dengan apapun yang Alloh berikan. Ia selalu berusaha berdoa dan ikhtiar secara maksimal. Apapun hasilnya, diserahkan kepada Alloh SWT. Nafsu / jiwa ini akan melahirkan sifat ikhlas dan bersahaja.
6. Nafsu Mardliyyah
Nafsu / jiwa yang selalu diridhoi oleh Alloh baik ucapan ataupun perbuatan. Dimiliki oleh orang-orang yang hidup bersama rosululloh ﷺ (para sahabat).
7. Nafsu Kamilah
Nafsu / Jiwa yang sempurna. Hanya ada pada diri nabi yang mulia Muhammad ﷺ. Karena ia dilindungi Alloh dengan wahyu-Nya.
Dari tujuh tingkatan nafsu di atas, no. #1 dan #2 akan melahirkan sikap yang buruk. Misalnya bengis, sadis, ‘raja tega’, hasad, iri, dengki, fitnah, intrik menjatuhkan orang, buruk sangka, egois, rakus, sombong, rekayasa kasus, sumpah palsu, dll. Sehingga kita harus berusaha semaksimal mungkin menjauhinya.
Sementara itu, nafsu no #4 sampai #7 akan melahirkan sikap yang baik. Contohnya sikap lemah lembut, pemaaf, menolong, bersyukur, dll. Dan kita harus berusaha mendekatinya semaksimal mungkin.
Salah satu cara efektif untuk menghindari nafsu jelek dan mendekati nafsu baik seperti yang dijelaskan di atas adalah dengan melakukan proses introspeksi diri. Caranya sangatlah mudah.
Mari kita evaluasi periode waktu satu minggu ke belakang. Apakah mulut kita banyak mengeluarkan perkataan yang benar atau buruk. Apakah kaki kita melangkah ke tempat baik atau maksiat. Ataukah mata kita banyak melihat hal positif atau negatif, dan lain sebagainya. Sehingga dengannya kita bisa mendeteksi kualitas nafsu kita saat ini.
Bagaimana Menggapai Nafsu / Jiwa yang Tenang dan Ridho?
Ujung dari proses introspeksi diri adalah kemampuan menghadirkan jiwa yang tenang dan ridho serta fisik yang sehat. Yang akhirnya kita bisa menggapai hidup bahagia.
Fisik yang sehat dapat dicapai dengan memberikan asupan makanan yang halal dan baik (thoyib). Sementara jiwa yang tenang dan ridho dapat diraih dengan melakukan beberapa aktivitas berikut ini:
1. Senantiasa Berdizkir Kepada Alloh
Banyak berdzikir akan menghadirkan jiwa yang tenang. Dzikir yang tidak hanya di mulut, namun juga di hati dan pikiran. Alloh berfirman dalam al-Quran:
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ ٱللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ ٱللَّهِ تَطْمَئِنُّ ٱلْقُلُوبُ
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram (QS ar-Rad 28).
2. Berkumpul dengan Komunitas Positif
Cara lain untuk menghadirkan jiwa tenang adalah banyak berkumpul dalam komunitas positif. Misalnya hadir di majelis ilmu yang di dalamnya terdapat dzikir, taubat dan ibadah lainnya.
3. Banyak Menolong Orang Lain
Banyaklah membantu orang lain. Lihatlah orang-orang yang dibawah kita secara materi. Berempati atas penderitaan orang lain. Dengannya akan menghadirkan rasa syukur dan membersihkan jiwa.
4. Obat hati
Cara lainnya adalah mengamalkan lima perkara untuk mengobati hati. Yakni membaca al-Qur’an dan maknanya, mendirikan sholat malam, berkumpul dengan orang sholeh, memperbanyak berpuasa, serta memperpanjang dzikir malam.
Demikian uraian singkat kiat menggapai hidup bahagia dengan fokus memperbaiki diri sendiri.
Semoga kita dimudahkan menjadi manusia yang pandai ber-introspeksi. Tidak sibuk mengurus dan mencari kesalahan serta menjelekan orang lain. Sehingga kita, keluarga, serta orang-orang yang dicintai mendapatkan hidup bahagia dunia dan akhirat. Amien….
++++——+++
Catatan Pengajian Ba’da Shubuh, 28 Juli 2024, Mesjid Al-Hurriyah Pulo Asem, Jakarta Timur, Penceramah: KH. Faisal M Ali Nurdin Lc. MA.