Mari Merawat Ukhuwah Islamiyah

By Nasehat Islam Last Updated On 25 May 2024 0 Comments 190
Mari Menjaga Persaudaraan Islam
Mari Menjaga Persaudaraan Islam

Ukhuwah atau persaudaraan adalah nikmat terbesar kedua yang Alloh berikan setelah keimanan. Alloh memerintahkan kita untuk selalu mengingat nikmat ini karena Dia-lah yang telah mempersatukan hati dari rasa permusuhan menjadi persaudaraan. Untuk itu, kita harus merawat dan menggenggamnya erat-erat.

QS ali-Imran 103

وَٱذْكُرُوا۟ نِعْمَتَ ٱللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَآءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِۦٓ إِخْوَٰنًا

“…dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara;

Upaya merawat tali ukhuwah ini, juga selaras dengan anjuran dari nabi Muhammad saw, dimana kita disuruh menjadi hamba yang bersaudara.

وَكُوْنُوا عِبَادَ اللهِ إِخوَاناً

“…hendaklah kalian menjadi hamba yang bersaudara..(HR Muslim).

Semantara itu, kriteria yang diberikan nabi terkait ukhuwah ini sangatlah ringan. Selama shalatnya sama, menghadap ke arah kiblat dan memakan sembelihan yang sama, maka dia adalah saudara muslim.

مَنْ صَلَّى صَلاَتَنَا وَاسْتَقْبَلَ قِبْلَتَنَا وَأَكَلَ ذَبِيحَتَنَا فَذَلِكَ الْمُسْلِمُ الَّذِي لَهُ ذِمَّةُ اللَّهِ وَذِمَّةُ رَسُولِهِ، فَلاَ تُخْفِرُوا اللَّهَ فِي ذِمَّتِهِ

Barangsiapa yang shalat seperti shalat kita, menghadap ke arah kiblat kita dan memakan sembelihan kita, maka dia adalah seorang muslim, ia memiliki perlindungan dari Allah dan Rasul-Nya. Maka janganlah kalian mengkhianati perlindungan Allah”.

Bagaimana realitas ukhuwah saat ini?

Meskipuan standar ukhuwah yang dijelaskan nabi di atas sangat ringan, namun dalam realitasnya sungguh terasa sempit dan sulit dilaksanakan. Dewasa ini kita dipertontonkan dengan kebisingan sosial media karena adanya ‘perbedaan perdapat’ antar jemaah dan da’i.

Umat terpecah dan bingung. Banyak komentar dan posting yang saling menjatuhkan kehormatan muslim lainnya dan menganggap bukan saudara. Mengeluarkan golongan lain seolah bukan ahli sunnah, masuk neraka dan tidak pantas bersama di surga.

Mereka dengan santai menggerogoti simpul ukhuwah yang sudah terikat baik. Mereka lupa bahwa apa dilakukannya di sosial media sama dengan ucapan offline dan tentunya akan diminta pertanggungjawaban di akhirat kelak. Bukannya mempererat ukhuwah namun memperuncing semangat permusuhan. 

Kenapa ini bisa terjadi???

Jika kita cermati, setidaknya ada tiga hal yang membuat fenomena umat seperti diterangkan di atas yakni sebagai berikut:

1. Kegagalan mendefiniskan musuh yang hakiki

Umat sibuk bermusuhan antara sesama muslim untuk perkara yang sudah ada perbedaan sejak dahulu. Namun tidak meributkan nasib saudara muslim terkini di Raffah Gaza. Mereka harusnya menjadi bahan perhatian karena mendapatkan kedholiman yang luar biasa dari musuh zionis.

2. Ketidak-tahuan bahwa agama itu begitu luhur dan mulia

Umat kurang menyadari bahwa islam yang luhur dan mulia ini akan pendar cahaya dan gemerlapnya jika ukhuwah dirusak dan dipertentangkan. Parahnya lagi sikap dan komentar yang dilontarkan tidak didasari ilmu dan hujjah yang memadai.

Lihat juga  Nasehat tentang Ilmu, Amal dan Ikhlas
3. Umat Laksana Daun Kering

Umat saat ini laksana daun kering. Mudah dikumpulkan, sulit diikat, namun gampang dibakar. Semangatnya membakar dan memperuncing perbedaan. Semua bersuara sepertinya permasalahan umat hanya dalam “skala” ini saja.

Bagaimana Adab Menjaga Ukhuwah?

Jika kita menelaah adab yang dilakukan para sahabat, ulama dan juga kisah dalam a-Quran, sungguh mereka memberikan tauladan bagaimana pentingnya menjaga ukhuwah. Sekalipun mereka mengalami pertentangan dan permusuhan dengan sesamanya.

1. Ali bin Abi Thalib ra.

Saat sahabat Ali bin Abi Thalib ditanya tentang mereka yang pernah berseteru dengannya baik dalam perang shiffin maupun jamal. Sahabat Ali berkata, “Mereka adalah Saudara. Hanya saja karena fitnah dan hasutan mengakibatkan peperangan”. Ali mengatakan musuhnya sebagai “Saudara”.

2. Imam As-Syafi’i

Diriwayatkan bahwa Yunus bin Abdi Al-‘Ala, berselisih pendapat dengan sang guru, yaitu Al-Imam Muhammad bin Idris As-Syafi’i (Imam Asy Syafi’i) saat beliau mengajar di Masjid. Hal ini membuat Yunus bangkit dan meninggalkan majelis itu dalam keadaan marah.

Lalu, imam Asy Syafi’i mendatangi rumah Yunus di malam hari saat ia malaksanakan sholat tahajud. Imam Syafi’I mengetuk pintu dengan sangat hati-hati agar tidak membangunkan anak dan istrinya. Ia sengaja datang di waktu malam agar tidak banyak mata memandang bahwa mereka berseteru dan bisa menyampaikan nasehatnya secara personal.

3. Nabi Musa as dan Nabi Harun as

Dikisahkah nabi Musa berselisih dengan nabi Harun. Nabi Musa marah dengan cara menarik jenggot dan rambut nabi Harun di depan khalayak umum. Nabi Harun dengan penguasaan emosi yang baik meminta nabi Musa mendengarkan penjelasannya. Ia mengingatkan nabi Musa agar tidak menunjukkan perselisihannya di depan khalayak karena akan membuat mereka gembira nabinya bertengkar.

وَلَمَّا رَجَعَ مُوسَىٰٓ إِلَىٰ قَوْمِهِۦ غَضْبَٰنَ أَسِفًا قَالَ بِئْسَمَا خَلَفْتُمُونِى مِنۢ بَعْدِىٓ ۖ أَعَجِلْتُمْ أَمْرَ رَبِّكُمْ ۖ وَأَلْقَى ٱلْأَلْوَاحَ وَأَخَذَ بِرَأْسِ أَخِيهِ يَجُرُّهُۥٓ إِلَيْهِ ۚ قَالَ ٱبْنَ أُمَّ إِنَّ ٱلْقَوْمَ ٱسْتَضْعَفُونِى وَكَادُوا۟ يَقْتُلُونَنِى فَلَا تُشْمِتْ بِىَ ٱلْأَعْدَآءَ وَلَا تَجْعَلْنِى مَعَ ٱلْقَوْمِ ٱلظَّٰلِمِينَ

Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati berkatalah dia: “Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului janji Tuhanmu? Dan Musapun melemparkan luh-luh (Taurat) itu dan memegang (rambut) kepala saudaranya (Harun) sambil menariknya ke arahnya,

Harun berkata: “Hai anak ibuku, sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir mereka membunuhku, sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang zalim” (QS al-A’raf 150)

Setelah diingatkan, nabi Musa pun memohon ampun atas sikapnya yang gegabah dan tidak tabayyun serta merendahkan saudaranya di khalayak umum. Lalu ia pun mendoakan nabi Harun agar dimasukkan bersama dalam rahmat Alloh SWT.

Lihat juga  Tujuh Kekuatan Muslim Yang Perlu Dimiliki

قَالَ رَبِّ ٱغْفِرْ لِى وَلِأَخِى وَأَدْخِلْنَا فِى رَحْمَتِكَ ۖ وَأَنتَ أَرْحَمُ ٱلرَّٰحِمِينَ

“Musa berdoa: “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan saudaraku dan masukkanlah kami ke dalam rahmat Engkau, dan Engkau adalah Maha Penyayang di antara para penyayang”. (QS al-A’raf 151)

4. Kata Bijak Ulama Salaf

Salah seorang ulama salaf berkata:

Apabila engkau melihat atau menemukan sesuatu yang tidak engkau senangi dari saudaramu maka kasih udzur untuk mereka. Namun jika engkau tidak temukan udzur itu, maka katakan pada dirimu sungguh mereka punya udzur yang belum engkau ketahui”.

Semua ada Pertanggungjawaban

Marilah kita mencontoh tauladan tokoh di atas agar bisa mengedepankan ukhuwah dan persatuan umat. Jangan ribut dengan perselisihan yang membuat umat terpecah.

Belajarlah dari nabi Musa yang dengan gentle meminta maaf dan mendoakan saudaranya atas kekeliruannya. Kita semua harus berani mengatakan saya ralat dan menghapus semua posting dan komentar di sosial media yang membuat gaduh kondisi umat.

Sembari merenungi firman Alloh SWT:

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ ۚ إِنَّ ٱلسَّمْعَ وَٱلْبَصَرَ وَٱلْفُؤَادَ كُلُّ أُو۟لَٰٓئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔولًا

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya”. (QS al-Isra 36)

ٱلْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَىٰٓ أَفْوَٰهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَآ أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُم بِمَا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ

Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.” (QS Yasin 65)

Dan juga doa nabi Muhammad saw:

Aku memohon kepada Allah SWT agar umatku terbebas dari pertikaian sesama mereka”

Jikapun terjadi perbedaan dan perselisihan, dahulukanlah adab menasehati orang lain, serta mengedepankan tradisi berdiskusi di ruang terbatas, bukan di ruang terbuka.

+++++++

Dikutip dari Khutbah Jumat, Mesjid Nur Romadhan Pulo Asem Utara Jakarta Timur, 24 Mei 2024. Khatib Ust Ahmad Ridwan Lc. MA.

  • Nasehat Islam

    Kumpulan catatan pengajian yang diikuti penulis. Semoga memberi manfaat bagi yang membaca, penulis dan para guru/ustadz yang menyampaikan ilmunya. Berharap masukan jika ada yang perlu diperbaiki. ++Admal Syayid++

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *