Setiap memasuki tahun baru Islam 1 Muharam, sebagian besar umat islam khususnya di Indonesia merayakannya dengan berbagai kegiatan. Ada yang melakukan qiyamullail, pengajian bersama, berdzikir, dan lain sebagainya. Banyaknya ragam aktivitas ini, tentunya mengusik pikiran kita, apa sebenarnya makna dari tahun baru Islam ini? Apa esensi dari hijrah nabi dari Mekah dan Medinah yang menjadi titik tolak perhitungan kalender Islam ini?
Berdasarkan rangkaian sejarah yang menyertai peristiwa serta nilai-nilai yang terkandung dalam al-Quran dan hadits, proses hijrah yang sesungguhnya adalah Proses perubahan ke arah yang lebih baik.
Apapun acara yang dilakukan, yang penting esensinya menuju ke arah yang lebih baik. Momentum hijrah haruslah menjadi titik tolak menuju kehidupan yang lebih baik, baik dalam ruang lingkup pribadi, keluarga, bermasyarakat maupun bernegara.
Lalu bagaimana caranya agar bisa memaknai hijrah sehingga menjadi lebih baik dari sebelumnya? Ada beberapa kiat yang perlu kita lakukan yaitu sebagai berikut:
#1. Bersunguh-sungguh berhijrah secara spiritual atau karakter
Nabi bersabda,
وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللهُ عَنْهُ
“Orang yang hijrah adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang Allah SWT.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Objek larangan dalam hadits ini menggunakan kata مَا (MA). Dalam bahasa arab kata MA merujuk pada sesuatu yang bersifat menyeluruh. Maknanya bisa larangan ekonomi yang berbasis riba, seni yang merusak moral, pendidikan yang sekuler, dan lain sebagainya. Secara lebih jauh, larangan di sini bermakna haram, makruh ataupun subhat. Jadi dalam kerangka hijrah, seyogyanya kita melakukan perubahan hidup (shifting) dengan cara meninggalkan segala larangan-Nya.
#2. Berhijrah secara Fisik
Hijrah berkaitan dengan amal secara berjamaah, mengingat manusia sangat tergantung pada lingkungannya. Hijrah dilakukan agar mendapatkan lingkungan yang lebih baik dalam menjalankan dakwah. Nabi melakukan hijrah dari Mekah dan Medinah agar memperolah lingkungan dakwah yang lebih kondusif .
Saat berdakwah di suatu tempat dan tidak menemukan perubahan berarti bahkan nyawa atau aqidah terancam, maka kita diharuskan mencari lahan baru dengan melakukan hijrah ke tempat lain. karena dalam realitasnya, tidak semua bumi itu subur, ada juga yang tandus. Mekkah saja perlu 13 tahun untuk dapat menerima Islam secara menyeluruh.
#3. Memakmurkan Mesjid
Yang pertama kali dibangun oleh Nabi saw saat beliau hijrah dari Mekah ke Medinah ialah mesjid. Hal ini mencerminkan bahwa solidaritas umat Islam hendaklah dimulai dari mesjid. Ukuran baik suatu perumahan, pesantren, organisasi, maupun institusi terletak bagaimana ia memakmurkan mesjidnya.
Nabi bersabda,
إِذَا رَأَيْتُمُ الرَّجُلَ يَعْتَادُ الْمَسَاجِدَ فَاشْهَدُوا لَهُ بِالإِيمَانِ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى (إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ) الآيَةَ
“Apabila kalian melihat seseorang biasa ke masjid, maka saksikanlah bahwa ia beriman. Allah Ta’ala berfirman, Orang yang memakmurkan masjid-masjid Allah adalah orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir.” (QS. At-Taubah: 18). (HR. Ibnu Majah & Tirmidzi)
Berdasarkan sabda ini, salah satu indikasi benarnya iman seseorang ialah gemar memakmurkan mesjid. Tujuannya bisa untuk melaksanakan shalat berjamaah, pengajian, dzikir, dan lain sebagainya. Sebaliknya, jika seseorang tidak suka ke Mesjid, maka imannya patut dipertanyakan.
#4. Menghimpun Potensi Umat Islam Menjadi Bersatu Padu
Secara jujur kita bisa mengatakan bahwa potensi umat islam saat ini masih berserakan. Berjalan sendiri-sendiri mengatasnamakan jamaah, partai, mazhab, bahkan negara. Tidak sedikit sesama umat islam saling bermusuhan bahkan melakukan peperangan. Dengan momentum hijrah, sudah seyogyanya umat Islam bersatu padu menjaga persatuan atas dasar keimanan yang sama dan musuh yang sama yaitu orang kafir.
وَٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ ۚ إِلَّا تَفْعَلُوهُ تَكُن فِتْنَةٌ فِى ٱلْأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيرٌ
“Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar”. (QS. al-Anfal 73)
++++++
2 thoughts on “Hijrah dalam Perspektif al-Quran”